Skandal KUR diungkap Polda Gorontalo, seorang narapidana gelapkan dana capai Rp1 miliar

Direktur Reskrimsus Polda Gorontalo, Kombes Pol Maruly Pardede mengatakan tersangka YS adalah residivis yang saat ini sedang menjalani proses hukum atas dua perkara berbeda di Bone Bolango dan Kota Gorontalo.

Gorontalo, Reportase Faktual – Di balik jeruji penjara, skandal keuangan berskala miliaran justru dijalankan dengan rapi.

Seorang narapidana berinisial YS kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Unit Kwandang dan Telaga.

Mencengangkan, YS diduga menggelapkan dana KUR hingga Rp1 miliar dengan modus calo ‘profesional’ yang memanipulasi ribuan data masyarakat.

Temuan ini diungkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Gorontalo, dalam sebuah kasus yang menyibak lemahnya sistem pengawasan bantuan perbankan di daerah.

“Tersangka YS adalah residivis yang saat ini sedang menjalani proses hukum atas dua perkara berbeda di Bone Bolango dan Kota Gorontalo. Namun dalam kasus ini, ia kembali ditetapkan sebagai tersangka karena terbukti menyalahgunakan posisinya sebagai calo KUR,” ujar Kombes Pol Maruly Pardede, Direktur Reskrimsus Polda Gorontalo, dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025).

YS tidak bergerak sembarangan. Ia beroperasi dengan pola yang terstruktur.

Modusnya, mengumpulkan data masyarakat sebagai calon penerima KUR, lalu mengajukannya ke bank.

Namun alih-alih seluruh dana diterima oleh pemohon, hanya Rp1-2 juta dari total Rp25 juta pinjaman yang sampai ke tangan mereka. Sisanya diselewengkan tersangka.

“Dia dikenal sebagai calo KUR yang ‘profesional’. Semua proses tampak formal di atas kertas, tapi realisasinya penuh manipulasi,” tegas Maruly.

Korban dari praktik ini mencapai ribuan orang. Data dari penyidikan mencatat ada 4.645 pengajuan kredit di Unit Kwandang dan 17 pengajuan di Unit Telaga yang ditengarai terkait langsung dengan YS.

Fakta ini menunjukkan bahwa tindakan YS bukanlah kasus tunggal, melainkan permainan korupsi dengan cakupan yang sangat luas dan masif.

Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkuat temuan penyidik. Nilai kerugian negara hampir mencapai Rp1 miliar, mengalir lewat tangan seorang narapidana yang semestinya sedang menjalani hukuman.

Lebih dari sekadar penyimpangan, ini adalah tamparan telak bagi sistem pengawasan KUR dan lembaga perbankan yang seharusnya lebih ketat dalam verifikasi penerima.

Polda Gorontalo pun membuka opsi kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain.

Dugaan kuat mengarah pada potensi keberadaan jaringan calo atau pegawai internal bank yang bermain mata dengan pelaku.

“Penyidikan terus kami kembangkan. Tidak tertutup kemungkinan ada aktor lain yang akan dijerat dalam waktu dekat,” tegas Maruly.

YS akan dihadapkan pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.

Proses pelimpahan ke kejaksaan tengah disiapkan, sembari tim penyidik terus menelusuri kemungkinan praktik serupa di unit BRI lain di Provinsi Gorontalo.

Kasus ini menegaskan betapa longgarnya pengawasan dalam sistem penyaluran dana publik, bahkan terhadap narapidana yang sudah seharusnya tidak punya akses terhadap instrumen keuangan apa pun.

Fakta bahwa seorang yang sedang dipidana bisa kembali bermain dalam skema korupsi menunjukkan kelemahan struktural dalam sistem pengamanan perbankan dan distribusi KUR.

Warga jadi korban, negara dirugikan, dan pelaku leluasa beraksi. Saatnya lembaga terkait bergerak cepat: evaluasi sistem, bersihkan birokrasi, dan hentikan mafia perbankan berselubung sosial.

Kredit usaha seharusnya menumbuhkan ekonomi rakyat kecil, bukan menjadi lahan subur untuk calo dan koruptor. (*)

Editor : RF1

Bagikan