Reportase Faktual, Banyuwangi || Pantai Boom Banyuwangi kembali menjelma menjadi panggung raksasa di tepi laut.
Lebih dari seribu penari dengan selendang warna-warni bakal menari serempak pada, Sabtu, 25 Oktober 2025 dalam Gandrung Sewu 2025, sebuah pertunjukan kolosal yang selalu berhasil memukau siapa pun yang menyaksikannya.
Di bawah langit dan semilir angin Selat Bali, alunan musik gamelan berpadu dengan gerak gemulai para penari Gandrung, menciptakan harmoni yang memanjakan mata dan hati.
Pagelaran Gandrung Sewu bukan sekadar tontonan budaya, tapi juga perayaan identitas Banyuwangi.
Sejak pertama kali digelar pada 2012, event ini menjadi magnet wisata yang membawa ribuan pengunjung datang untuk menikmati keindahan seni tradisional yang telah menjadi ikon “The Sunrise of Java”.
Setiap tahun, tema dan koreografi yang ditampilkan selalu berbeda, memberi warna baru pada kisah klasik Gandrung yang tak lekang waktu.
Lebih dari sekadar tari, Gandrung Sewu adalah simbol kebanggaan masyarakat Banyuwangi—tentang harmoni, gotong royong, dan cinta terhadap warisan budaya.
Dengan latar eksotis Pantai Boom dan dukungan penuh dari Pemkab Banyuwangi, event ini terus membuktikan diri sebagai salah satu festival budaya paling menawan di Indonesia.
“Gandrung Sewu bukan semata pertunjukan tari kolosal. Tapi, ajang pelestarian budaya hingga konsolidasi sosial. Lebih dari seribu penari terlibat. Dari yang pelajar hingga penari senior. Ini adalah salah satu event kebanggaan Banyuwangi,” kata Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, baru-baru ini.
Bagi para penari, kata Ipuk, tampil di Gandrung Sewu adalah prestis tersendiri. Tak ayal, tiap tahunnya, panitia harus menyeleksi ribuan penari. Tahun ini lebih dari 2.000 penari yang turut seleksi.
“Mereka didukung penuh orang tua antusias melakukan segala persiapannya. Pemkab Banyuwangi hanya menstimulus penyelenggaraannya. Kami mengajak seluruh wisatawan untuk menyaksikan bagaimana anak-anak Banyuwangi menghadirkan pagelaran seni budaya dengan penuh cinta dan energi melestarikan budaya leluhurnya,” kata Ipuk.
Pada tahun ini, bahkan Pemkab Banyuwangi memberikan kesempatan kepada penari dari luar Banyuwangi untuk bisa bergabung dalam pagelaran ini. Setidaknya ada 200 penari dari 10 kabupaten/kota akan menari bersama para Penari Gandrung Banyuwangi.
“Ada dari Malang, Kediri, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Bali, Probolinggo, dan Situbondo. Bahkan beberapa diaspora di Sorong Papua dan Sumatera Selatan juga ikut berpartisipasi,” kata Plt. Kepala Dinas Pariwisata, Taufik Rohman.
Salah satunya adalah Atika Zahra, dari Pasuruan. Dia senang bisa menjadi bagian dari pagelaran kolosal ini karena ingin ikut berpartisipasi melestarikan budaya Banyuwangi.
“Saya menyukai tarian-tarian dari Banyuwangi, salah satunya Gandrung. Senang sekali akhirnya bisa terlibat manggung di event akbar ini,” ungkap Zahra.
Hal yang sama disampaikan Safira Firdaus, peserta asal Sidoarjo. “Saya bangga bisa ikut Gandrung Sewu. Meski bukan asli Banyuwangi, saya sangat terinspirasi tarian ini,” kata Safira.
Pada tahun ini, Gandrung Sewu diisi dengan serangkaian kegiatan seni yang mengawalinya. Dimulai 23 Oktober, festival musik. Menyusul 24 Oktober akan dilakukan Meras Gandrung bagi penari yang akan tampil di Gandrung Sewu.
Meras Gandrung adalah adalah prosesi yang harus dilakoni seorang penari dalam mengatasi tantangan dan ujian agar dapat “diwisuda” menjadi penari gandrung.
Malam harinya, pada 24 Oktober 2025 wisatawan bisa menyaksikan Banyuwangi Percussion Festival di Terminal Terpadu Sobo.
Empat sanggar seni musik akan “beradu” menampilkan kepiawaian mereka dalam membawakan alat-alat musik pukul.
“Puncaknya adalah Gandrung Sewu pada 25 Oktober 2025, mulai pukul 13.00 WIB di Pantai Marina Boom,” tutup Taufik. (*)
Editor : RF1
Sumber : Pemkab Banyuwangi






