Keungan, Reportase Faktual || Banyak orang merasa gajinya tidak pernah cukup, bahkan ketika angka di slip gaji sudah naik dari tahun ke tahun.
Lucunya, keluhan ini terdengar dari hampir semua kalangan — dari pegawai UMR sampai level manajer.
Apakah benar jumlah gaji yang kecil jadi penyebab utama? Atau justru kita yang belum punya strategi mengelolanya?
Bukan Soal Berapa, Tapi Kemana Perginya
Menurut Data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan OJK (2022), hanya 49,68% masyarakat Indonesia yang tergolong melek keuangan.
Artinya, lebih dari setengah penduduk belum paham cara mengelola keuangan pribadi secara sehat.
Perencana keuangan bersertifikasi CFP, Desi Maulidya menyebut, banyak orang jatuh pada “jebakan gaya hidup”.
“Begitu gaji naik, gaya hidup ikut naik. Beli kopi lebih mahal, gadget lebih baru, dan langganan streaming makin banyak. Tanpa sadar, semua habis sebelum sempat ditabung,” ujarnya.
Ciri-ciri Masalah Ada pada Pengelolaan, Bukan Jumlah Gaji :
- Tidak tahu ke mana larinya uang tiap bulan
- Tidak punya dana darurat atau tabungan tetap nol
- Sering gali lubang tutup lubang (utang pinjaman online atau paylater)
- Merasa stres tiap mendekati akhir bulan, meski sudah gajian rutin
- Punya pendapatan tambahan, tapi tetap merasa kekurangan
Solusi Sederhana Tapi Efektif :
1. Buat Anggaran Bulanan Sejak Gajian
Gunakan metode populer seperti 50/30/20 :
50% untuk kebutuhan pokok
30% untuk keinginan
20% untuk tabungan atau investasi
2. Pisahkan Rekening Belanja dan Tabungan
Jangan campur dana kebutuhan harian dengan tabungan masa depan. Lebih baik lagi jika pakai autodebet agar menabung terasa “wajib”.
3. Cek dan Audit Pengeluaran Bulanan
Lacak pengeluaran sekecil apa pun selama satu bulan. Anda akan kaget melihat jumlah yang habis hanya untuk jajan online atau transportasi impulsif.
4. Hindari Perang Gengsi
Gaya hidup “biar kelihatan mapan” adalah jebakan yang sangat mahal. Cukupkan diri dengan apa yang memang dibutuhkan.
Investasi Bukan untuk Orang Kaya Saja
Salah satu kesalahan umum adalah menunda investasi dengan alasan “nanti saja kalau sudah cukup”. Padahal, mulai dari kecil justru kuncinya.
“Investasi bukan tentang jumlah besar, tapi konsistensi,” kata Desi. “Mulai dari Rp100 ribu sebulan pun bisa membentuk kebiasaan baik jangka panjang.”
Kalau gaji terus habis bahkan sebelum pertengahan bulan, mungkin saatnya bukan menambah kerja dulu—tapi mengevaluasi cara mengelola uang.
Kadang bukan dompetnya yang bocor, tapi kita sendiri yang membiarkannya terus menetes tanpa sadar.
Karena seberapa pun besarnya gaji, tetap akan kurang kalau tidak tahu cara mengelolanya dengan bijak. (*)
Editor : RF1