Dari Digitalisasi Bansos ke aroma Kopi Gombengsari, Cara Mensos Gus Ipul dan Luhut menikmati Banyuwangi

Momen sederhana menjadi potret unik di balik upaya besar pemerintah mendorong transformasi digital bansos. (Foto : Pemkab Banyuwangi)

Banyuwangi, Reportase Faktual || Di tengah agenda padat meninjau progres piloting digitalisasi bantuan sosial nasional di Banyuwangi, beberapa waktu lalu, Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Ketua Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah (KPTDP) Luhut Binsar Panjaitan menyempatkan diri melepas penat.

Bersama 20 perwakilan kementerian/lembaga, keduanya singgah ke Kampung Kopi Gombengsari, Kecamatan Kalipuro — sebuah desa yang dikenal dengan aroma kuat robusta dan kopi lanangnya yang telah bersertifikat Indikasi Geografis (IG).

Ditemani Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani, Gus Ipul dan Luhut tampak akrab duduk di bale-bale bambu sederhana, menikmati secangkir kopi hangat sambil berbincang ringan.

Semburat senyum dan suasana santai di kebun kopi seolah menjadi jeda di tengah hiruk-pikuk agenda digitalisasi yang mereka kawal.

“Kopinya mantap,” celetuk Luhut seraya tersenyum setelah menyeruput kopi lanang robusta Gombengsari.

Momen sederhana itu menjadi potret unik di balik upaya besar pemerintah mendorong transformasi digital bansos.

Di sela pembahasan sistem terpadu dan efisiensi data penerima bantuan, secangkir kopi lokal justru menghadirkan pesan kuat : kemajuan digital harus tetap berpijak pada kearifan lokal dan pemberdayaan ekonomi desa.

Selain mencicipi kopi, mereka juga melihat proses pengolahan kopi yang masih dilakukan secara tradisional oleh petani setempat. Mulai biji disangrai, lalu ditumbuk hingga diayak, menghasilkan bubuk kopi halus yang siap seduh.

Gus Ipul dan Luhut juga melihat produk-produk kopi Banyuwangi milik UMKM Banyuwangi yang turut dipamerkan. Mereka nampak kagum dengan berbagai produk kopi Banyuwangi yang dikemas dengan apik.

“Brandingnya sudah bagus,” timpal Gus Ipul.

Ditambahkan Luhut, Banyuwangi berpotensi besar dalam pengembangan kopi. Oleh karena itu, pihaknya merencanakan melakukan riset sekaligus pembangunan laboratorium pengembangan kopi di daerah tersebut.

“Di sini ekosistemnya sudah terbentuk, ini yang sangat penting. Kita akan coba riset kopi disini, juga rencana membangun laboratorium (pengembangan kopi) di Banyuwangi,” ujarnya.

Sementara itu Bupati Ipuk menambahkan, Gombengsari merupakan salah satu penghasil kopi terbaik di Banyuwangi. Desa ini memiliki luas kopi rakyat sekitar 600 hektare.

Ekosistem pertanian di kawasan ini juga terintegrasi dengan peternakan, sehingga lebih berkelanjutan.

“Dari hulu ke hilirnya sudah tertata. Dari peternakan, kotorannya diolah menjadi pupuk. Pupuk organiknya untuk menyuburkan tanaman kopi mereka,” kata Ipuk.

Ketua Gapoktan Gombengsari, Haryono, mengatakan potensi produksi kopi di desanya cukup besar. Dari luasan kebun, produksi bisa mencapai 1-2 ton per hektare. Kopi disini diproduksi menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi.

“Dulu sebelum ada dukungan pemerintah, harga kopi kami hanya Rp18 ribu – Rp20 ribu. Sekarang harga kopi jauh lebih baik di Rp70 ribu – Rp80 ribu per kilogramnya. Sehingga petani yang tergabung dalam masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG), lebih

Tak jauh dari lokasi itu, rombongan juga mengunjungi peternakan kambing perah milik kelompok ternak setempat. Gus Ipul dan Luhut juga sempat mencicipi susu segar hasil produksi peternakan ini. (*)

Editor : RF1

Bagikan